Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit mematikan yang disebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada penyakit ini, 20-30 persen pembuluh darah tersumbat total. 10 menit saja terlambat mendapat penanganan bisa menyebabkan kematian.
Salah satu gejala khas jantung koroner adalah adanya angina, yaitu rasa sakit di dada waktu beraktifitas, namun hilang ketika tubuh merasa santai.
Inilah sebabnya terkadang orang tidak menyadari jika sedang mengidap penyumbatan pembuluh darah.
"Angina yang paling perlu diwasapadai apabila angina berlangsung lebih dari 30 menit. Apalagi jika angina yang dialami mulai tak stabil. Sebab, itu adalah pertanda serangan jantung sudah dekat," kata Dr Muhammad Munawar MD, PhD, FACC, FSCAI, pakar penyakit jantung dari RS Jantung Bina Waluya, dalam acara press briefing 'Pengenalan Teknik Intervensi Non-Bedah (PCI-Percutaneous Coronary Intervention) pada Kondisi Chronic Total Occlusion (CTO) di RS Jantung Bina Waluya, Jakarta, Jumat (2/3/2012).
Sebanyak 30% pasien serangan jantung meninggal dunia karena irama jantung yang sangat cepat. Kebanyakan kasus adalah karena pasien terlambat ditangani. Padahal, 10 menit saja terlambat mendapat penanganan bisa menyebabkan kematian.
Dr Munawar menghimbau agar penderita penyakit jantung segera diberikan penanganan langsung. Jika tersumbat arterinya, harus segera diberi penanganan yang disebut primari PCI, yaitu prosedur penyisipan kateter ke pembuluh darah.
"Banyak dijumpai kasus penanganan jantung terlambat karena penanganan yang terlalu lama, terkadang pihak RS yang dengan sengaja menahan pasien jantung meskipun tidak memiliki profesional yang berpengalaman untuk menanganinya. Ini semakin memperbesar risiko pasien," kata Dr Munawar.
Atasi Pembuluh Darah Tersumbat Sekarang Tak Perlu Pakai Bedah
Beberapa tahun yang lalu, dokter akan segera angkat tangan jika menemui kasus penyumbatan pembuluh darah total atau chronic total occlusion (CTO). Padahal, sekitar 52% pasien jantung koroner mengalami CTO.
Tapi sekarang, ada inovasi baru yang disebut PCI atau percutaneus coronary intervention. Metode ini dijamin mampu mengatasi CTO dengan tingkat keberhasilan sebesar 80%. Metode konvensional dengan teknik bypass tingkat keberhasilannya hanya sebesar 50%.
Yang lebih hebat lagi, metode PCI tidak memerlukan pembedahan. Dokter akan menyisipkan kawat lewat pembuluh darah di bagian pangkal paha atau pergelangan tangan pasien. Kemudian dipandu untuk menggapai bagian pembuluh darah yang tersumbat.
Setelah kawat masuk, maka dimasukkan pula sebuah lapisan yang mengandung logam penahan yang disebut stent. Ketika balon dikembangkan, maka logam stent akan ikut mengembang dan melonggarkan atau membuka pembuluh darah yang tersumbat.
"Metode ini membutuhkan waktu 4-6 jam. Jika dengan metode bypass biasa, risiko kematian pasien adalah 1-2%. Namun dengan PCI, risiko kematiannya hanya sebesar 0-0,1%," kata Dr Munawar.
Permasalahan yang dihadapi dengan metode ini adalah kawat yang menembus pembuluh darah dan balon yang dapat pecah. Maka, tidak semua ahli jantung yang dapat melakukan metode ini dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
"Sebenarnya ada banyak dokter yang dapat melakukan metode ini, tapi yang memiliki tingkat keberhasilan 80% hanya sedikit," ungkap Dr Munawar.
RS Jantung Binawaluya sendiri sampai saat ini telah menangani 350 orang pasien jantung dengan metode PCI. Sebanyak 73 orang di antaranya mengalami CTO. Di antara sekian banyak pasien, hanya 17 pasien yang gagal ditangani dengan PCI.
Untuk memperbesar tingkat keberhasilan, berbagai revolusi telah dilakukan. Termasuk mengganti bahan stenting dari logam kobal kromium dengan polilaktik acid. Dengan bahan baru ini, stent akan dapat menyatu dengan pembuluh darah dalam waktu 1-2 tahun. Namun hal ini baru terealisasi akhir tahun ini atau mungkin tahun depan.
SUMBER: health.detik.com
0 komentar:
Posting Komentar